Kamis, 22 Juli 2010

Laju gelombang bunyi

Pengantar

Sebagaimana gelombang transversal, laju gelombang longitudinal juga dipengaruhi sifat medium yang dilaluinya. Gelombang bunyi termasuk gelombang longitudinal… mengenai hal ini sudah dijelaskan dalam pembahasan mengenai pengertian dan jenis-jenis gelombang. Persamaan yang menyatakan laju gelombang bunyi sudah diturunkan dalam pembahasan mengenai laju gelombang. Kali ini gurumuda langsung menulis persamaan laju gelombang bunyi.

Laju gelombang bunyi pada fluida

Laju gelombang bunyi ketika merambat melalui fluida dinyatakan melalui persamaan berikut :

Dari persamaan di atas tampak bahwa laju gelombang bunyi sebanding dengan modulus limbak alias modulus bulk. Semakin besar modulus bulk suatu fluida maka laju gelombang bunyi yang merambat melalui fluida tersebut juga semakin besar. Sebaliknya, semakin kecil modulus bulk suatu fluida maka semakin kecil juga laju gelombang bunyi yang melewati fluida tersebut. Berdasarkan persamaan di atas, tampak bahwa laju gelombang bunyi berbanding terbalik dengan massa jenis fluida. Ini berarti semakin besar massa jenis fluida maka laju gelombang bunyi yang merambat melalui fluida tersebut semakin kecil. Sebaliknya semakin kecil massa jenis fluida maka laju gelombang bunyi yang merambat melalui fluida tersebut semakin besar.

Laju gelombang bunyi pada batang padat

Persamaannya mirip dengan persamaan sebelumnya. Kita hanya perlu mengganti modulus limbak dengan modulus young :

Dari persamaan di atas tampak bahwa laju gelombang bunyi sebanding dengan modulus young. Semakin besar modulus young suatu batang padat maka laju gelombang bunyi yang merambat melalui batang padat tersebut juga semakin besar. Sebaliknya, semakin kecil modulus young suatu batang padat maka semakin kecil juga laju gelombang bunyi yang melewati batang padat tersebut. Berdasarkan persamaan di atas, tampak bahwa laju gelombang bunyi berbanding terbalik dengan massa jenis batang padat. Ini berarti semakin besar massa jenis suatu batang padat maka laju gelombang bunyi yang merambat melalui batang padat tersebut semakin kecil. Sebaliknya semakin kecil massa jenis batang padat maka laju gelombang bunyi yang merambat melalui batang padat tersebut semakin besar.

Berikut data laju gelombang bunyi pada beberapa medium :

Medium Laju bunyi

(m/s)

Medium Laju bunyi

(m/s)

Medium Laju bunyi

(m/s)

Gas
Cair
Padat
Udara (0 oC) 331,3 Air (0 oC) 1.402 Aluminium (20 oC) 5.100
Udara (20 oC) 344 Air (20 oC) 1.482 Timah (20 oC) 1.230
Hidrogen (0 oC) 1.286 Air (100 oC) 1.543 Besi dan baja (20 oC) 5.130
Hidrogen (20 oC) 1.330 Helium cair (4 K) 211 Kaca (20 oC) 4.500
Oksigen (0 oC) 317,2 Air raksa (20 oC) 1.451 Kayu keras (20 oC) 4.000
Helium (20 oC) 999 Air laut (20 oC) 1.560 Tembaga (20 oC) 3.560

Laju bunyi dipengaruhi juga oleh temperatur. Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, laju bunyi bergantung juga pada kerapatan alias massa jenis medium. Massa jenis suat medium dipengerahui juga oleh temperatur. Jika temperatur berubah maka massa jenis juga ikut2an berubah. Misalnya kita tinjau udara dalam balon… Jika suhu meningkat maka volume udara dalam balon bertambah. Hal ini ditandai dengan bertambahnya volume balon. Karena volume udara dalam balon bertambah maka massa jenis alias kerapatan udara dalam balon berubah (massa jenis = massa/volume).

Referensi

Giancoli, Douglas C., 2001, Fisika Jilid I (terjemahan), Jakarta : Penerbit Erlangga

Halliday dan Resnick, 1991, Fisika Jilid I, Terjemahan, Jakarta : Penerbit Erlangga

Tipler, P.A.,1998, Fisika untuk Sains dan Teknik-Jilid I (terjemahan), Jakarta : Penebit Erlangga

Young, Hugh D. & Freedman, Roger A., 2002, Fisika Universitas (terjemahan), Jakarta : Penerbit Erlangga

Termodinamika

Termodinamika adalah kajian tentang kalor (panas) yang berpindah. Dalam termodinamika kamu akan banyak membahas tentang sistem dan lingkungan. Kumpulan benda-benda yang sedang ditinjau disebut sistem, sedangkan semua yang berada di sekeliling (di luar) sistem disebut lingkungan.

Usaha Luar

Usaha luar dilakukan oleh sistem, jika kalor ditambahkan (dipanaskan) atau kalor dikurangi (didinginkan) terhadap sistem. Jika kalor diterapkan kepada gas yang menyebabkan perubahan volume gas, usaha luar akan dilakukan oleh gas tersebut. Usaha yang dilakukan oleh gas ketika volume berubah dari volume awal V1 menjadi volume akhir V2 pada tekanan p konstan dinyatakan sebagai hasil kali tekanan dengan perubahan volumenya.

W = pV= p(V2V1)

Secara umum, usaha dapat dinyatakan sebagai integral tekanan terhadap perubahan volume yang ditulis sebagai

pers01Tekanan dan volume dapat diplot dalam grafik pV. jika perubahan tekanan dan volume gas dinyatakan dalam bentuk grafik pV, usaha yang dilakukan gas merupakan luas daerah di bawah grafik pV. hal ini sesuai dengan operasi integral yang ekuivalen dengan luas daerah di bawah grafik.

fig2004Gas dikatakan melakukan usaha apabila volume gas bertambah besar (atau mengembang) dan V2 > V1. sebaliknya, gas dikatakan menerima usaha (atau usaha dilakukan terhadap gas) apabila volume gas mengecil atau V2 < V1 dan usaha gas bernilai negatif.

Energi Dalam

Suatu gas yang berada dalam suhu tertentu dikatakan memiliki energi dalam. Energi dalam gas berkaitan dengan suhu gas tersebut dan merupakan sifat mikroskopik gas tersebut. Meskipun gas tidak melakukan atau menerima usaha, gas tersebut dapat memiliki energi yang tidak tampak tetapi terkandung dalam gas tersebut yang hanya dapat ditinjau secara mikroskopik.

Berdasarkan teori kinetik gas, gas terdiri atas partikel-partikel yang berada dalam keadaan gerak yang acak. Gerakan partikel ini disebabkan energi kinetik rata-rata dari seluruh partikel yang bergerak. Energi kinetik ini berkaitan dengan suhu mutlak gas. Jadi, energi dalam dapat ditinjau sebagai jumlah keseluruhan energi kinetik dan potensial yang terkandung dan dimiliki oleh partikel-partikel di dalam gas tersebut dalam skala mikroskopik. Dan, energi dalam gas sebanding dengan suhu mutlak gas. Oleh karena itu, perubahan suhu gas akan menyebabkan perubahan energi dalam gas. Secara matematis, perubahan energi dalam gas dinyatakan sebagai

untuk gas monoatomik

pers02

untuk gas diatomik

pers03

Dimana U adalah perubahan energi dalam gas, n adalah jumlah mol gas, R adalah konstanta umum gas (R = 8,31 J mol−1 K−1, danT adalah perubahan suhu gas (dalam kelvin).

Hukum I Termodinamika

Jika kalor diberikan kepada sistem, volume dan suhu sistem akan bertambah (sistem akan terlihat mengembang dan bertambah panas). Sebaliknya, jika kalor diambil dari sistem, volume dan suhu sistem akan berkurang (sistem tampak mengerut dan terasa lebih dingin). Prinsip ini merupakan hukum alam yang penting dan salah satu bentuk dari hukum kekekalan energi.

Gambar

Sistem yang mengalami perubahan volume akan melakukan usaha dan sistem yang mengalami perubahan suhu akan mengalami perubahan energi dalam. Jadi, kalor yang diberikan kepada sistem akan menyebabkan sistem melakukan usaha dan mengalami perubahan energi dalam. Prinsip ini dikenal sebagai hukum kekekalan energi dalam termodinamika atau disebut hukum I termodinamika. Secara matematis, hukum I termodinamika dituliskan sebagai

Q = W + U

Dimana Q adalah kalor, W adalah usaha, dan U adalah perubahan energi dalam. Secara sederhana, hukum I termodinamika dapat dinyatakan sebagai berikut.

Jika suatu benda (misalnya krupuk) dipanaskan (atau digoreng) yang berarti diberi kalor Q, benda (krupuk) akan mengembang atau bertambah volumenya yang berarti melakukan usaha W dan benda (krupuk) akan bertambah panas (coba aja dipegang, pasti panas deh!) yang berarti mengalami perubahan energi dalam U.

Proses Isotermik

Suatu sistem dapat mengalami proses termodinamika dimana terjadi perubahan-perubahan di dalam sistem tersebut. Jika proses yang terjadi berlangsung dalam suhu konstan, proses ini dinamakan proses isotermik. Karena berlangsung dalam suhu konstan, tidak terjadi perubahan energi dalam (U = 0) dan berdasarkan hukum I termodinamika kalor yang diberikan sama dengan usaha yang dilakukan sistem (Q = W).

Proses isotermik dapat digambarkan dalam grafik pV di bawah ini. Usaha yang dilakukan sistem dan kalor dapat dinyatakan sebagai

pers04Dimana V2 dan V1 adalah volume akhir dan awal gas.

isothermal_process

Proses Isokhorik

Jika gas melakukan proses termodinamika dalam volume yang konstan, gas dikatakan melakukan proses isokhorik. Karena gas berada dalam volume konstan (V = 0), gas tidak melakukan usaha (W = 0) dan kalor yang diberikan sama dengan perubahan energi dalamnya. Kalor di sini dapat dinyatakan sebagai kalor gas pada volume konstan QV.

QV = U

Proses Isobarik

Jika gas melakukan proses termodinamika dengan menjaga tekanan tetap konstan, gas dikatakan melakukan proses isobarik. Karena gas berada dalam tekanan konstan, gas melakukan usaha (W = pV). Kalor di sini dapat dinyatakan sebagai kalor gas pada tekanan konstan Qp. Berdasarkan hukum I termodinamika, pada proses isobarik berlaku

pers05Sebelumnya telah dituliskan bahwa perubahan energi dalam sama dengan kalor yang diserap gas pada volume konstan

QV =U

Dari sini usaha gas dapat dinyatakan sebagai

W = QpQV

Jadi, usaha yang dilakukan oleh gas (W) dapat dinyatakan sebagai selisih energi (kalor) yang diserap gas pada tekanan konstan (Qp) dengan energi (kalor) yang diserap gas pada volume konstan (QV).

diag11

Proses Adiabatik

Dalam proses adiabatik tidak ada kalor yang masuk (diserap) ataupun keluar (dilepaskan) oleh sistem (Q = 0). Dengan demikian, usaha yang dilakukan gas sama dengan perubahan energi dalamnya (W = U).

Jika suatu sistem berisi gas yang mula-mula mempunyai tekanan dan volume masing-masing p1 dan V1 mengalami proses adiabatik sehingga tekanan dan volume gas berubah menjadi p2 dan V2, usaha yang dilakukan gas dapat dinyatakan sebagai

pers06Dimana γ adalah konstanta yang diperoleh perbandingan kapasitas kalor molar gas pada tekanan dan volume konstan dan mempunyai nilai yang lebih besar dari 1 (γ > 1).

341px-adiabaticsvg

Proses adiabatik dapat digambarkan dalam grafik pV dengan bentuk kurva yang mirip dengan grafik pV pada proses isotermik namun dengan kelengkungan yang lebih curam.

Teori kinetik

Di pertengahan abad ke-19, ilmuwan mengembangkan suatu teori baru untuk menggantikan teori kalorik. Teori ini bedasarkan pada anggapan bahwa zat disusun oleh partikel-partikel sangat kecil yang selalu bergerak. Bunyi teori Kinetik adalah sebagai berikut:

Dalam benda yang panas, partikel-partikel bergerak lebih cepat dan karena itu memiliki energi yang lebih besar daripada partikel-partikel dalam benda yang lebih dingin.

Teori Kinetik (atau teori kinetik pada gas) berupaya menjelaskan sifat-sifat makroscopik gas, seperti tekanan, suhu, atau volume, dengan memperhatikan komposisi molekular mereka dan gerakannya. Intinya, teori ini menytakan bahwa tekanan tidaklah disebabkan oleh denyut-denyut statis di antara molekul-molekul, seperti yang diduga Isaac Newton, melainkan disebabkan oleh tumbukan antarmolekul yang bergerak pada kecepatan yang berbeda-beda. Teori Kinetik dikenal pula sebagai Teori Kinetik-Molekular atau Teori Tumbukan atau Teori Kinetik pada Gas.

Teori untuk gas ideal memiliki asumsi-asumsi berikut ini:

  • Gas terdiri dari partikel-partikel sangat kecil, dengan [[massa] tidak nol.
  • Banyaknya molekul sangatlah banyak, sehingga perlakuan statistika dapat diterapkan.
  • Molekul-molekul ini bergerak secara konstan sekaligus acak. Partikel-partike yang bergerak sangat cepat itu secara konstan bertumbukan dengan dinding-dinding wadah.
  • Tumbukan-tumbukan partikel gas terhadap dinding wadah bersifat lenting (elastis) sempurna.
  • Interaksi antarmolekul dapat diabaikan (negligible). Mereka tidak mengeluarkan gaya satu sama lain, kecuali saat tumbukan terjadi.
  • Keseluruhan volume molekul-molekul gas individual dapat diabaikan bila dibandingkan dengan volume wadah. Ini setara dengan menyatakan bahwa jarak rata-rata antarpartikel gas cukuplah besar bila dibandingkan dengan ukuran mereka.
  • Molekul-molekul berbentuk bulat (bola) sempurna, dan bersifat lentur (elastic).
  • Energi kinetik rata-rata partikel-partikel gas hanya bergantung kepada suhu sistem.
  • Efek-efek relativistik dapat diabaikan.
  • Efek-efek Mekanika kuantum dapat diabaikan. Artinya bahwa jarak antarpartikel lebih besar daripada panjang gelombang panas de Broglie dan molekul-molekul dapat diperlakukan sebagai objek klasik.
  • Waktu selama terjadinya tumbukan molekul dengan dinding wadah dapat diabaikan karena berbanding lurus terhadap waktu selang antartumbukan.
  • Persamaan-persamaan gerak molekul berbanding terbalik terhadap waktu.

Lebih banyak pengembangan menenangkan asumsi-asumsi ini dan didasarkan kepada Persamaan Boltzmann. Ini dapat secara akurat menjelaskan sifat-sifat gas padat, sebab mereka menyertakan volume molekul. Asumsi-asumsi penting adalah ketiadaan efek-efek quantum, kekacauan molekular dan gradien kecil di dalam sifat-sifat banyaknya. Perluasan terhadap orde yang lebih tinggi dalam kepadatan dikenal sebagai perluasan virial. Karya definitif adalah buku tulisan Chapman dan Enskog, tetepi terdapat pengembangan yang lebih modern dan terdapat pendekatan alternatif yang dikembangkan oleh Grad, didasarkan pada perluasan momentum.[rujukan?] Di dalam batasan lainnya, untuk gas yang diperjarang, gradien-gradien di dalam sifat-sifat besarnya tidaklah kecil bila dibandingkan dengan lintasan-lintasan bebas rata-ratanya. Ini dikenal sebagai rezim Knudsen regime dan perluasan-perluasannya dapat dinyatakan dengan Bilangan Knudsen.

Teori Kinetik juga telah diperluas untuk memasukkan tumbukan tidak lenting di dalam materi butiran oleh Jenkins dan kawan-kawan.[rujukan?]

[sunting] Faktor

[sunting] Tekanan

Tekanan dijelaskan oleh teori kinetik sebagai kemunculan dari gaya yang dihasilkan oleh molekul-molekul gas yang menabrak dinding wadah. Misalkan suatu gas denagn N molekul, masing-masing bermassa m, terisolasi di dalam wadah yang mirip kubus bervolume V. Ketika sebuah molekul gas menumbuk dinding wadah yang tegak lurus terhadap sumbu koordinat x dan memantul dengan arah berlawanan pada laju yang sama (suatu tumbukan lenting), maka momentum yang dilepaskan oleh partikel dan diraih oleh dinding adalah:

\Delta p_x = p_i - p_f = 2 m v_x\,

di mana vx adalah komponen-x dari kecepatan awal partikel.

Partikel memberi tumbukan kepada dinding sekali setiap 2l/vx satuan waktu (di mana l adalah panjang wadah). Kendati partikel menumbuk sebuah dinding sekali setiap 1l/vx satuan waktu, hanya perubahan momentum pada dinding yang dianggap, sehingga partikel menghasilkan perubahan momentum pada dinding tertentu sekali setiap 2l/vx satuan waktu.

\Delta t = \frac{2l}{v_x}

gaya yang dimunculkan partikel ini adalah:

F = \frac{\Delta p}{\Delta t} = \frac{2 m v_x}{\frac{2l}{v_x}} = \frac{m v_x^2}{l}

Keseluruhan gaya yang menumbuk dinding adalah:

F = \frac{m\sum_j v_{jx}^2}{l}

di mana hasil jumlahnya adalah semua molekul gas di dalam wadah.

Besaran kecepatan untuk tiap-tiap partikel mengikuti persamaan ini:

 v^2 = v_x^2 + v_y^2 + v_z^2

Kini perhatikan gaya keseluruhan yang menumbuk keenam-enam dinding, dengan menambahkan sumbangan dari tiap-tiap arah, kita punya:

\mbox{Total Force} = 2 \cdot \frac{m}{l}(\sum_j v_{jx}^2 + \sum_j v_{jy}^2 + \sum_j v_{jz}^2) = 2 \cdot \frac{m}{l} \sum_j (v_{jx}^2 + v_{jy}^2 + v_{jz}^2) = 2 \cdot \frac{m \sum_j v_{j}^2}{l}

di mana faktor dua muncul sejak saat ini, dengan memperhatikan kedua-dua dinding menurut arah yang diberikan.

Misalkan ada sejumlah besar partikel yang bergerak cukup acak, gaay pada tiap-tiap dinding akan hampir sama dan kini perhatikanlah gaya pada satu dinding saja, kita punya:

F = \frac{1}{6} \left(2 \cdot \frac{m \sum_j v_{j}^2}{l}\right) = \frac{m \sum_j v_{j}^2}{3l}

Kuantitas \sum_j v_{j}^2 dapat dituliskan sebagai {N} \overline{v^2}, di mana garis atas menunjukkan rata-rata, pada kasus ini rata-rata semua partikel. Kuantitas ini juga dinyatakan dengan v_{rms}^2 di mana vrms dalah akar kuadrat rata-rata kecepatan semua partikel.

Jadi, gaya dapat dituliskan sebagai:

F = \frac{Nmv_{rms}^2}{3l}

Tekanan, yakni gaya per satuan luas, dari gas dapat dituliskan sebagai:

P = \frac{F}{A} = \frac{Nmv_{rms}^2}{3Al}

di mana A adalah luas dinding sasaran gaya.

Jadi, karena luas bagian yang berseberangan dikali dengan panjang sama dengan volume, kita punya pernyataan berikut untuk tekanan

P = {Nmv_{rms}^2 \over 3V}

di mana V adalah volume. Maka kita punya

PV = {Nmv_{rms}^2 \over 3}

Karena Nm adalah masa keseluruhan gas, maka kepadatan adalah massa dibagi oleh volume  \rho = {Nm \over V} .

Maka tekanan adalah

 P = {2 \over 3}  \frac{\rho\ v_{rms}^2}{2}

Hasil ini menarik dan penting, sebab ia menghubungkan tekanan, sifat makroskopik, terhadap energi kinetik translasional rata-rata per molekul {1 \over 2} mv_{rms}^2 yakni suatu sifat mikroskopik. Ketahuilah bahwa hasil kali tekanan dan volume adalah sepertiga dari keseluruhan energi kinetik.

[sunting] Suhu dan energi kinetik

Dari hukum gas ideal

PV = NkBT(1)

dimana B adalah konstanta Boltzmann dan T adalah suhu absolut. Dan dari rumus diatas, dihasilkan Gagal memparse (kesalahan sintaks): PV={Nmv_{rms}^2\overset 3}

Derivat:

Nk_BT=\frac{Nmv_{rms}^2}{3}
T=\frac{mv_{rms}^2}{3k_B}(2)

yang menuju ke fungsi energi kinetik dari sebuah molekul

mv_{rms}^2=3k_BT

Energi kinetik dari sistem adalah N kali lipat dari molekul K=\frac{Nmv_{rms}^2}{2}

Suhunya menjadi

T=\frac{2K}{3Nk_B}(3)

Persamaan 3 ini adalah salah satu hasil penting dari teori kinetik

Rerata energi kinetik molekuler adalah sebanding dengan suhu absolut.

Dari persamaan 1 dan 3 didapat:

PV=\frac{2K}{3}(4)

Dengan demikian, hasil dari tekanan dan volume tiap mol sebanding dengan rerata energi kinetik molekuler. Persamaan 1 dan 4 disebut dengan hasil klasik, yang juga dapat diturunkan dari mekanika statistik[1].

Karena 3N adalah derajat kebebasan (DK) dalam sebuah sistem gas monoatomik dengan N partikel, energi kinetik tiap DK adalah:

\frac{K}{3 N}=\frac{k_B T}{2}(5)

Dalam energi kinetik tiap DK, konstanta kesetaraan suhu adalah setengah dari konstanta Boltzmann. Hasil ini berhubungan dengan teorema ekuipartisi. Seperti yang dijelaskan pada artikel kapasitas bahang, gas diatomik seharusnya mempunyai 7 derajat kebebasan, tetapi gas yang lebih ringan berlaku sebagai gas yang hanya mempunyai 5. Dengan demikian, energi kinetik tiap kelvin (gas ideal monoatomik) adalah:

  • Tiap mole: 12.47 J
  • Tiap molekul: 20.7 yJ = 129 μeV

Pada STP (273,15 K , 1 atm), didapat:

  • Tiap mole: 3406 J
  • Tiap molekul: 5.65 zJ = 35.2 meV

[sunting] Banyaknya tumbukan dengan dinding

Jumlah tumbukan atom dengan dinding wadah tiap satuan luar tiap satuan waktu dapat diketahui. Asumsikan pada gas ideal, derivasi dari [2] menghasilkan persamaan untuk jumlah seluruh tumbukan tiap satuan waktu tiap satuan luas:

A=\frac{N\cdot v_{avg}}{4V}=\frac{\rho}{4}\sqrt{\frac{8kT}{\pi m}}\frac{1}{m}.

[sunting] Laju RMS molekul

Dari persamaan energi kinetik dapat ditunjukkan bahwa:

v_{rms}^2=\frac{3RT}{\mbox{massa mol}}

dengan v pada m/s, T pada kelvin, dan R adalah konstanta gas. Massa molar diberikan sebagai kg/mol. Kelajuan paling mungkin adalah 81.6% dari kelajuan RMS, dan rerata kelajuannya 92.1% (distribusi kelajuan Maxwell-Boltzmann).

[sunting] Banyaknya tumbukan dengan dinding

One can calculate the number of atomic or molecular collisions with a wall of a container per unit area per unit time.

Assuming an ideal gas, a derivation[3] results in an equation for total number of collisions per unit time per area:

A = \frac{1}{4}\frac{N}{V} v_{avg} = \frac{\rho}{4} \sqrt{\frac{8 k T}{\pi m}} \frac{1}{m}. \,

[sunting] Laju RMS molekul

From the kinetic energy formula it can be shown that

v_{rms}^2 = \frac{3RT}{\mbox{molar mass}}

with v in m/s, T in kelvins, and R is the gas constant. The molar mass is given as kg/mol. The most probable speed is 81.6% of the rms speed, and the mean speeds 92.1% (distribution of speeds). hk

[sunting] Sejarah

In 1738 Daniel Bernoulli published Hydrodynamica, which laid the basis for the kinetic theory of gases. In this work, Bernoulli positioned the argument, still used to this day, that gases consist of great numbers of molecules moving in all directions, that their impact on a surface causes the gas pressure that we feel, and that what we experience as heat is simply the kinetic energy of their motion. The theory was not immediately accepted, in part because conservation of energy had not yet been established, and it was not obvious to physicists how the collisions between molecules could be perfectly elastic.

Other pioneers of the kinetic theory (which were neglected by their contemporaries) were Mikhail Lomonosov (1747),[4] Georges-Louis Le Sage (ca. 1780, published 1818),[5] John Herapath (1816)[6] and John James Waterston (1843),[7] which connected their research with the development of mechanical explanations of gravitation. In 1856 August Krönig (probably after reading a paper of Waterston) created a simple gas-kinetic model, which only considered the translational motion of the particles. [8]

In 1857 Rudolf Clausius, according to his own words independently of Krönig, developed a similar, but much more sophisticated version of the theory which included translational and contrary to Krönig also rotational and vibrational molecular motions. In this same work he introduced the concept of mean free path of a particle. [9] In 1859, after reading a paper by Clausius, James Clerk Maxwell formulated the Maxwell distribution of molecular velocities, which gave the proportion of molecules having a certain velocity in a specific range. This was the first-ever statistical law in physics.[10] In his 1873 thirteen page article 'Molecules', Maxwell states: “we are told that an 'atom' is a material point, invested and surrounded by 'potential forces' and that when 'flying molecules' strike against a solid body in constant succession it causes what is called pressure of air and other gases.”[11] In 1871, Ludwig Boltzmann generalized Maxwell's achievement and formulated the Maxwell–Boltzmann distribution. Also the logarithmic connection between entropy and probability was first stated by him.

In the beginning of twentieth century, however, atoms were considered by many physicists to be purely hypothetical constructs, rather than real objects. An important turning point was Albert Einstein's (1905)[12] and Marian Smoluchowski's (1906)[13] papers on Brownian motion, which succeeded in making certain accurate quantitative predictions based on the kinetic theory.


Energi potensial dan energi kinetik

Energi Potensial

Energi potensial merupakan energi yang dihubungkan dengan gaya-gaya yang bergantung pada posisi atau wujud benda dan lingkungannya. Banyak sekali contoh energi potensial dalam kehidupan kita. Karet ketapel yang kita regangkan memiliki energi potensial. Karet ketapel dapat melontarkan batu karena adanya energi potensial pada karet yang diregangkan. Demikian juga busur yang ditarik oleh pemanah dapat menggerakan anak panah, karena terdapat energi potensial pada busur yang diregangkan. Contoh lain adaah pegas yang ditekan atau diregangkan. Energi potensial pada tiga contoh ini disebut senergi potensial elastik. Energi kimia pada makanan yang kita makan atau energi kimia pada bahan bakar juga termasuk energi potensial. Ketika makanan di makan atau bahan bakar mengalami pembakaran, baru energi kimia yang terdapat pada makanan atau bahan bakar tersebut dapat dimanfaatkan. Energi magnet juga termasuk energi potensial. Ketika kita memegang sesuatu yang terbuat dari besi di dekat magnet, pada benda tersebut sebenarnya bekerja energi potensial magnet. Ketika kita melepaskan benda yang kita pegang (paku, misalnya), dalam waktu singkat paku tersebut bergerak menuju magnet dan menempel pada magnet. Perlu dipahami bahwa paku memiliki energi potensial magnet ketika berada jarak tertentu dari magnet; ketika menempel pada magnet, energi potensial bernilai nol.

Energi Potensial Gravitasi

Contoh yang paling umum dari energi potensial adalah energi potensial gravitasi. Buah mangga yang lezat dan ranum memiliki energi potensial gravitasi ketika sedang menggelayut pada tangkainya. Demikian juga ketika anda berada pada ketinggian tertentu dari permukaan tanah (misalnya di atap rumah ;) atau di dalam pesawat). Energi potensial gravitasi dimiliki benda karena posisi relatifnya terhadap bumi. Setiap benda yang memiliki energi potensial gravitasi dapat melakukan kerja apabila benda tersebut bergerak menuju permukaan bumi (misalnya buah mangga jatuh dari pohon). Untuk memudahkan pemahamanmu, lakukan percobaan sederhana berikut ini. Pancangkan sebuah paku di tanah. Angkatlah sebuah batu yang ukurannya agak besar dan jatuhkan batu tegak lurus pada paku tersebut. Amati bahwa paku tersebut terpancang semakin dalam akibat usaha alias kerja yang dilakukan oleh batu yang anda jatuhkan.

Sekarang mari kita tentukan besar energi potensial gravitasi sebuah benda di dekat permukaan bumi. Misalnya kita mengangkat sebuah batu bermassa m. gaya angkat yang kita berikan pada batu paling tidak sama dengan gaya berat yang bekerja pada batu tersebut, yakni mg (massa kali percepatan gravitasi). Untuk mengangkat batu dari permukaan tanah hingga mencapai ketinggian h, maka kita harus melakukan usaha yang besarnya sama dengan hasil kali gaya berat batu (W = mg) dengan ketinggian h. Ingat ya, arah gaya angkat kita sejajar dengan arah perpindahan batu, yakni ke atas… FA = gaya angkat

W = FA . s = (m)(-g) (s) = – mg(h2-h1) —– persamaan 1

Tanda negatif menunjukkan bahwa arah percepatan gravitasi menuju ke bawah…

Dengan demikian, energi potensial gravitasi sebuah benda merupakan hasil kali gaya berat benda (mg) dan ketinggiannya (h). h = h2 – h1

EP = mgh —— persamaan 2

Berdasarkan persamaan EP di atas, tampak bahwa makin tinggi (h) benda di atas permukaan tanah, makin besar EP yang dimiliki benda tersebut. Ingat ya, EP gravitasi bergantung pada jarak vertikal alias ketinggian benda di atas titik acuan tertentu. Biasanya kita tetapkan tanah sebagai titik acuan jika benda mulai bergerak dari permukaan tanah atau gerakan benda menuju permukaan tanah. Apabila kita memegang sebuah buku pada ketinggian tertentu di atas meja, kita bisa memilih meja sebagai titik acuan atau kita juga bisa menentukan permukaan lantai sebagai titik acuan. Jika kita tetapkan permukaan meja sebagai titik acuan maka h alias ketinggian buku kita ukur dari permukaan meja. Apabila kita tetapkan tanah sebagai titik acuan maka ketinggian buku (h) kita ukur dari permukaan lantai.

Jika kita gabungkan persamaan 1 dengan persamaan 2 :

Persamaan ini menyatakan bahwa usaha yang dilakukan oleh gaya yang menggerakan benda dari h1 ke h2 (tanpa percepatan) sama dengan perubahan energi potensial benda antara h1 dan h2. Setiap bentuk energi potensial memiliki hubungan dengan suatu gaya tertentu dan dapat dinyatakan sama dengan EP gravitasi. Secara umum, perubahan EP yang memiliki hubungan dengan suatu gaya tertentu, sama dengan usaha yang dilakukan gaya jika benda dipindahkan dari kedudukan pertama ke kedudukan kedua. Dalam makna yang lebih sempit, bisa dinyatakan bahwa perubahan EP merupakan usaha yang diperlukan oleh suatu gaya luar untuk memindahkan benda antara dua titik, tanpa percepatan.

Contoh soal 1 :

Buah mangga yang ranum dan mengundang selera menggelayut pada tangkai pohon mangga yang berjarak 10 meter dari permukaan tanah. Jika massa buah mangga tersebut 0,2 kg, berapakah energi potensialnya ? anggap saja percepatan gravitasi 10 m/s2.

Panduan jawaban :

EP = mgh

EP = (0,2 kg) (10 m/s2) (10 m)

EP = 20 Kg m2/s2 = 20 N.m = 20 Joule

Contoh soal 2 :

Seekor monyet bermassa 5 kg berayun dari satu dahan ke dahan lain yang lebih tinggi 2 meter. Berapakah perubahan energi potensial monyet tersebut ? g = 10 m/s2

Panduan jawaban :

Soal ini sangat gampang… kita tetapkan dahan pertama sebagai titik acuan, di mana h = 0. Kita hanya perlu menghitung EP monyet ketika berada pada dahan kedua…

EP = mgh = (5 kg) (10 m/s2) (2 m)

EP = 100 Joule

Dengan demikian, perubahan energi potensial monyet = 100 Joule.

Contoh soal 3 :

Seorang buruh pelabuhan yang tingginya 1,50 meter mengangkat sekarung beras yang bermassa 50 kg dari permukaan tanah dan memberikan kepada seorang temannya yang berdiri di atas kapal. Jika orang tersebut tersebut berada 0,5 meter tepat di atas kepala buruh pelabuhan, hitunglah energi potensial karung berisi beras relatif terhadap :

a) permukaan tanah

b) kepala buruh pelabuhan

Panduan jawaban :

a). EP karung berisi beras relatif terhadap permukaan tanah

Ketinggian total karung beras dari permukaan tanah = 1,5 m + 0,5 m = 2 meter

Dengan demikian,

EP = mgh = (50 kg) (10 m/s2) (2 m)

EP = 1000 Joule

b). EP karung berisi beras relatif terhadap kepala buruh pelabuhan

Kedudukan karung beras diukur dari kepala buruh pelabuhan adalah 0,5 meter.

EP = mgh = (50 kg) (10 m/s2) (0,5 m)

EP = 250 Joule

Energi Potensial Elastis

Sebagaimana dijelaskan pada bagian awal tulisan ini, selain energi potensial gravitasi terdapat juga energi potensial elastis. EP elestis berhubungan dengan benda-benda yang elastis, misalnya pegas. Mari kita bayangkan sebuah pegas yang ditekan dengan tangan. Apabila kita melepaskan tekanan pada pegas, maka pegas tersebut melakukan usaha pada tangan kita. Efek yang dirasakan adalah tangan kita terasa seperti di dorong. Apabila kita menempelkan sebuah benda pada ujung pegas, kemudian pegas tersebut kita tekan, maka setelah dilepaskan benda yang berada di ujung pegas pasti terlempar…. perhatikan gambar di bawah. Jika dirimu mempunyai koleksi pegas, baik di rumah maupun di sekolah, silahkan melakukan percobaan ini untuk membuktikannya….

Ketika berada dalam keadaan diam, setiap pegas memiliki panjang alami, seperti ditunjukkan gambar a (lihat gambar di bawah). Jika pegas di tekan sejauh x dari panjang alami, diperlukan gaya sebesar FT (gaya tekan) yang nilainya berbanding lurus dengan x, yakni :

FT = kx

k adalah konstanta pegas (ukuran kelenturan/elastisitas pegas) dan besarnya tetap. Ketika ditekan, pegas memberikan gaya reaksi, yang besarnya sama dengan gaya tekan tetapi arahnya berlawanan. gaya reaksi pegas tersebut dikenal sebagai gaya pemulih. Besarnya gaya pemulih adalah :

FP = -kx

Tanda minus menunjukkan bahwa arah gaya pemulih berlawanan arah dengan gaya tekan. Ini adalah persamaan hukum Hooke. Persamaan ini berlaku apabila pegas tidak ditekan sampai melewati batas elastisitasnya (x tidak sangat besar).

Untuk menghitung Energi Potensial pegas yang ditekan atau diregangkan, terlebih dahulu kita hitung gaya usaha yang diperlukan untuk menekan atau meregangkan pegas. Kita tidak bisa menggunakan persamaan W = F s = F x, karena gaya tekan atau gaya regang yang kita berikan pada pegas selalu berubah-ubah selama pegas ditekan. Ketika menekan pegas misalnya, semakin besar x, gaya tekan kita juga semakin besar. Beda dengan gaya angkat yang besarnya tetap ketika kita mengangkat batu. Lalu bagaimana cara mengakalinya ?

Kita menggunakan gaya rata-rata. Gaya tekan atau gaya regang selalu berubah, dari F = 0 ketika x = 0 sampai F = kx (ketika pegas tertekan atau teregang sejauh x). Besar gaya rata-rata adalah :

x merupakan jarak total pegas yang teregang atau pegas yang tertekan (bandingkan dengan gambar di atas).

Usaha yang dilakukan adalah :

Nah, akhirnya kita menemukan persamaan Energi Potensial elastis (EP Pegas)….

Catatan :

Tidak ada rumus umum untuk Energi Potensial. Berbeda dengan energi kinetik yang memiliki satu rumus umum, EK = ½ mv2, bentuk persamaan EP bergantung gaya yang melakukan usaha… kalo bingung berlanjut, silahkan pelajari kembali ya…. sampai teler :)

Sekarang, mari kita pelajari pokok bahasan Energi Kinetik….

Istirahat dulu, masa ga teller dari tadi pelototin terus ne tulisan :D pisss……

Energi Kinetik

Setiap benda yang bergerak memiliki energi. Ketapel yang ditarik lalu dilepaskan sehingga batu yang berada di dalam ketapel meluncur dengan kecepatan tertentu. Batu yang bergerak tersebut memiliki energi. Jika diarahkan pada ayam tetangga maka kemungkinan besar ayam tersebut lemas tak berdaya akibat dihajar batu. Pada contoh ini batu melakukan kerja pada ayam ;) Kendaraan beroda yang bergerak dengan laju tertentu di jalan raya juga memiliki energi kinetik. Ketika dua buah kendaraan yang sedang bergerak saling bertabrakan, maka bisa dipastikan kendaraan akan digiring ke bengkel untuk diperbaiki. Kerusakan akibat tabrakan terjadi karena kedua mobil yang pada mulanya bergerak melakukan usaha / kerja satu terhadap lainnya. Ketika tukang bangunan memukul paku menggunakan martil, martil yang digerakan tukang bangunan melakukan kerja pada paku.

Setiap benda yang bergerak memberikan gaya pada benda lain dan memindahkannya sejauh jarak tertentu. Benda yang bergerak memiliki kemampuan untuk melakukan kerja, karenanya dapat dikatakan memiliki energi. Energi pada benda yang bergerak disebut energi kinetik. Kata kinetik berasal dari bahasa yunani, kinetikos, yang artinya “gerak”. ketika benda bergerak, benda pasti memiliki kecepatan. Dengan demikian, kita dapat menyimpulkan bahwa energi kinetik merupakan energi yang dimiliki benda karena gerakannya atau kecepatannya.

Sekarang mari kita turunkan persamaan Energi Kinetik.

Untuk menurunkan persamaan energi kinetik, bayangkanlah sebuah benda bermassa m sedang bergerak pada lintasan lurus dengan laju awal vo.

Agar benda dipercepat beraturan sampai bergerak dengan laju v maka pada benda tersebut harus diberikan gaya total yang konstan dan searah dengan arah gerak benda sejauh s. Untuk itu dilakukan usaha alias kerja pada benda tersebut sebesar W = F s. Besar gaya F = m a.

Karena benda memiliki laju awal vo, laju akhir vt dan bergerak sejauh s, maka untuk menghitung nilai percepatan a, kita menggunakan persamaan vt2 = vo2 + 2as.

Kita subtitusikan nilai percepatan a ke dalam persamaan gaya F = m a, untuk menentukan besar usaha :

Persamaan ini menjelaskan usaha total yang dikerjakan pada benda. Karena W = EK maka kita dapat menyimpulkan bahwa besar energi kinetik translasi pada benda tersebut adalah :

W = EK = ½ mv2 —– persamaan 2

Persamaan 1 di atas dapat kita tulis kembali menjadi :

Persamaan 3 menyatakan bahwa usaha total yang bekerja pada sebuah benda sama dengan perubahan energi kinetiknya. Pernyataan ini merupakan prinsip usaha-energi. Prinsip usaha-energi berlaku jika W adalah usaha total yang dilakukan oleh setiap gaya yang bekerja pada benda. Jika usaha positif (W) bekerja pada suatu benda, maka energi kinetiknya bertambah sesuai dengan besar usaha positif tersebut (W). Jika usaha (W) yang dilakukan pada benda bernilai negatif, maka energi kinetik benda tersebut berkurang sebesar W. Dapat dikatakan bahwa gaya total yang diberikan pada benda di mana arahnya berlawanan dengan arah gerak benda, maka gaya total tersebut mengurangi laju dan energi kinetik benda. Jika besar usaha total yang dilakukan pada benda adalah nol, maka besar energi kinetik benda tetap (laju benda konstan).

Contoh soal 1 :

Sebuah bola sepak bermassa 150 gram ditendang oleh Ronaldo dan bola tersebut bergerak lurus menuju gawang dengan laju 30 m/s. Hitunglah :

a) energi kinetik bola tersebut

b) berapa usaha yang dilakukan Ronaldo pada bola untuk mencapai laju ini, jika bola mulai bergerak dari keadaan diam ?

panduan jawaban :

a) Energi Kinetik bola

EK= ½ mv2 = ½ (0,15 kg) (30 m/s2)2 = 67,5 Joule

b) Usaha total

W = EK2 – EK1

EK2 = 67,5 Joule

EK1 = ½ mv2 = ½ m (0) = 0 — laju awal bola (vo) = 0

Dengan demikian, usaha total :

W = 67,5 Joule – 0 = 67,5 Joule

Contoh soal 2 :

Berapa usaha yang diperlukan untuk mempercepat gerak sepeda motor bermassa 200 kg dari 5 m/s sampai 20 m/s ?

Panduan jawaban :

Pertanyaan soal di atas adalah berapa usaha total yang diperlukan untuk mempercepat gerak motor.

W = EK2 – EK1

Sekarang kita hitung terlebih dahulu EK1 dan EK2

EK1 = ½ mv12 = ½ (200 kg) (5 m/s)2 = 2500 J

EK2 = ½ mv22 = ½ (200 kg) (20 m/s)2 = 40.000 J

Energi total :

W = 40.000 J – 2.500 J

W = 37.500 J

Referensi :

Giancoli, Douglas C., 2001, Fisika Jilid I (terjemahan), Jakarta : Penerbit Erlangga

Halliday dan Resnick, 1991, Fisika Jilid I, Terjemahan, Jakarta : Penerbit Erlangga

Tipler, P.A.,1998, Fisika untuk Sains dan Teknik-Jilid I (terjemahan), Jakarta : Penebit Erlangga

Young, Hugh D. & Freedman, Roger A., 2002, Fisika Universitas (terjemahan), Jakarta : Penerbit Erlangga